Pasar Bebas ASEAN, Kenapa Takut?

Indonesia merupakan salah satu negara yang tergabung dalam ASEAN. Baru-baru ini muncul wacana bagaimana Indonesia menghadapi “Masyarakat Ekonomi ASEAN”. Masyarakat Ekonomi ASEAN atau yang biasa disingkat MEA adalah semacam perjanjian negara-negara ASEAN untuk membuat suatu pasar bebas antar negara anggota ASEAN. MEA akan berlaku mulai tahun depan. MEA nantinya akan membuat semua negara yang tergabung dalam ASEAN menjadi sebuah kesatuan/unity dalam bidang ekonomi. Kebijakan MEA antara lain menghapus bea barang-barang yang keluar dari negara anggota ASEAN dan barang-barang tersebut masuk ke negara anggota ASEAN pula.
            MEA tidak hanya berdampak pada perdagangan (MEA menghapus bea masuk barang) namun juga akan memberi dampak kepada sektor lainnya. Misalnya, dengan berlakunya kebijakan MEA yaitu penghapusan bea, barang impor (dari negara anggota ASEAN) yang masuk ke Indonesia akan lebih murah dibanding sebelum adanya MEA. Hal itu mendorong budaya konsumtif akan merajalela di Indonesia. Tak hanya sosial, pendidikan pun juga ikut terpengaruh. Mungkin nanti Nanyang Technology University mendirikan kampus di Surabaya dan ITS membangun kampus di Hanoi, Vietnam.

            Apakah masyarakat Indonesia sudah siap dengan hal itu? Berbagai spekulasi muncul dengan argumen yang bagus pula untuk memprediksi hal tersebut. Ada yang mengatakan Indonesia bakal terpuruk karena kalah dalam kompetisi sengit antar negara (merupakan salah satu karakteristik MEA). Ada juga yang mengatakan Indonesia bakal menang karena kita punya banyak sekali sumber daya alam yang “menunggu” untuk dimanfaatkan. Namun bagi saya, Indonesia akan kalah apabila tidak merubah beberapa hal. Diantaranya adalah lunturnya kecintaan kepada negara Indonesia, sudut pandang yang salah dalam memandang suatu permasalahan.
            Ketika kecil, manusia memiliki imajinasi yang luar biasa, mimpi yang indah dan menakjubkan. Akan tetapi, saya melihat banyak sekali orang tua di Indonesia ini membatasi mimpi mereka. Banyak yang bermimpi untuk bisa menjadi ilmuwan, wirausaha, namun orang tua mereka menuntut mereka agar bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil. Tak heran apabila banyak sekali mahasiswa yang mendaftar di seleksi CPNS. Ada juga orang tua yang tinggal di desa yang agak terbelakang, pesimis bahwa anak mereka bisa berkompetisi di kota atau di tempat yang terpelajar. Mereka lebih memilih menyuruh anaknya untuk mengurusi sawah, ternak, daripada menyuruh anaknya belajar setinggi-tingginya. Oleh sebab itu, banyak anak putus sekolah karena akhirnya anak merasa lebih enak kerja langsung daripada belajar.
            Apabila orang tua membiarkan anaknya bercita-cita setinggi-tingginya, dan mendukung anaknya meraih cita-cita, perkembangan anak akan lebih cepat dan mereka meraih spesialisasi di bidangnya dengan cepat. Pada MEA ini nantinya dibutuhkan orang-orang yang sudah spesialis di bidangnya. Kalaupun terpaksa untuk bekerja di sawah, akan lebih baik orang tua mendukung mereka untuk belajar lebih tinggi. Tidak ada ruginya, meskipun nanti kembali ke sawah, anak tersebut sudah memiliki keahlian untuk mengolah sawah. Hasilnya pun akan lebih baik, karena mereka mengetahui teknik-teknik yang benar. Dan juga ini mendukung Indonesia dalam sektor pangan, membebaskan Indonesia dari impor bahan pangan.
            Pemerintah hendaknya memberi sosialisasi ke desa-desa yang sulit dijangkau tersebut. Tidak harus Pemerintah Pusat, namun seperti Kelurahan/Pemerintah Desa tersebut memberikan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan. Banyak anak putus sekolah karena menganggap pendidikan tidak penting. Putus sekolah tentunya tidak sesuai dengan tujuan negara Indonesia dalam alinea 4 yang berbunyi “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
            Pendidikan merupakan pilar penting dalam membangun bangsa. Pendidikan adalah bidang yang tepat untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia dalam menghadapi MEA. Pendidikan di Indonesia sudah bagus. Menurut saya, Dinas Pendidikan Indonesia sudah berusaha untuk menyetarakan mutu masyarakat Indonesia dengan menggelar ujian nasional. Ujian nasional harusnya bukanlah momok bagi pelajar. Kecuali kalau pelajar tersebut tidak mau belajar, gampang putus asa, lalu mengharapkan bantuan dari orang lain. Yang salah adalah sudut pandang pelajar yang mengatakan ujian nasional adalah momok. Nah, guru sebagai orang tua di sekolah adalah orang yang bisa mengubah cara pandang pelajar tersebut menjadi lebih baik. Karena apabila ujian nasional tidak dilaksanakan, pendidikan di Indonesia bakal lebih tidak merata. Dalam menghadapi MEA, Indonesia harus mempunyai pelajar dengan kompetensi yang tinggi. Saya mengapresiasi program kurikulum 2013, yang merupakan terobosan pendidikan untuk saat ini. Saya berharap ke depannya, SDM Indonesia menjadi lebih baik dibanding negara ASEAN lain. Agar Indonesia tidak kalah dalam persaingan sengit MEA.
            Kepercayaan diri adalah hal yang perlu dipupuk. Sebagian besar masyarakat Indonesia takut melakukan kesalahan, dan takut untuk mencoba hal baru. Kepercayaan diri pula adalah senjata yang bisa digunakan untuk menghadapi MEA ini. Indonesia merupakan penghasil coklat terbesar ke 2 di dunia, namun kita nampaknya belum “pede” untuk mengolah dan malah menyerahkannya kepada negara lain (ekspor bahan mentah). Indonesia memiliki banyak tambang minyak, namun kita lagi-lagi belum bisa mengolah dan 50% lebih tambang minyak dikuasai oleh perusahaan asing. Sudah seharusnya Indonesia bisa dan pede mengolah hasil alamnya sendiri. Apabila kita bisa mengolah semua itu, Indonesia bukan tidak mungkin akan lebih kaya daripada sekarang.
            Hal yang perlu ditekankan adalah masyarakat Indonesia perlu mencintai Indonesia (lagi). Semua elemen masyarakat harus bersatu padu untuk menghadapi persoalan yang akan timbul bersama dengan kebijakan MEA tersebut. Jika kita mencintai negara kita sendiri, memakai produk dalam negeri, kita bakal mengurangi barang impor yang masuk ke Indonesia. Apalagi jika Indonesia bisa mencapai swasembada. Dan juga bahkan ekspor lebih banyak daripada impor. Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Kita dimanfaatkan investor asing, mereka menggunakan kita sebagai alat penghasil kekayaan mereka. Mencintai negeri sendiri juga menciptakan sebuah karakter bangsa yang kuat. Kita tidak akan tergerus dalam era globalisasi, dan kita juga tidak menjadi pihak yang dirugikan dengan kebijakan MEA.
            Jangan menggantungkan diri terhadap pemerintah. Maksudnya kita jangan berharap kita akan selalu mendapat bantuan. Seperti halnya kutipan dari John F. Kennedy, presiden Amerika Serikat ke-35 “Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu!”. Hendaklah kita ikut membantu pemerintah dalam menyambut MEA ini. Indonesia bukan hanya negara milik pemerintah, namun milik semua warga negara Indonesia.
Namun saya berharap pemerintah membuat kebijakan yang melindungi rakyatnya. Seperti subsidi kepada pelaku usaha mikro sehingga mereka bisa menghasilkan produk yang bisa diadu dengan produk negara lain. Lalu membuat aturan baru tentang standar produk Indonesia. Dalam banyak persoalan, saya melihat orang Indonesia tidak memakai produk Indonesia namun memakai produk luar negeri karena produk luar negeri lebih bagus kualitasnya (tidak semuanya demikian). Apabila pemerintah membuat sebuah regulasi baru yang lebih ketat akan standar produk Indonesia, para pelaku produksi dalam negeri akan menyesuaikan diri dengan membuat barang yang memiliki kualitas lebih baik. Pelaku usaha juga membutuhkan binaan dari pemerintah untuk membuat produk yang berkualitas. Apabila produk dalam negeri berkualitas, bukan tidak mungkin produk Indonesia akan menguasai pasar ASEAN bahkan dunia.

Tunjukan potensi diri, agar bangsa lain tahu bahwa sebenarnya Indonesia bisa. Sebagai refleksi, Jepang sekarang menjadi salah satu kiblat teknologi setelah sebelumnya kalah perang di Perang Dunia ke-2. Jepang bisa mencapai kesuksesan seperti itu karena sikap masyarakat mereka yang memiliki karakter kuat, sikap disiplin, dan bangga terhadap negara sendiri. Tidak ada kata terlambat untuk mencoba. Mari bangun kepercayaan diri, menunjukkan potensi kita dalam menghadapi pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN. Mari kita bersiap diri menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dan AFTA!

1 komentar on " Pasar Bebas ASEAN, Kenapa Takut? "

Mohon komentar dibawah ini, komentar saya harap tidak berbau SARA, porn dsb yang tidak seharusnya tertampilkan. Saya mengapresiasi orang yang mengkritik dan memberi saran. Terimakasih :)